Sabtu, 16 Oktober 2010

Tugas-tugas yang telah dibuat ....

III. Paper Profesi 

Satpam dan Hubungannya dengan Kependudukan di Tembalang

Satpam yang merupakan singkatan dari Satuan Pengamanan, adalah satuan kelompok petugas yang dibentuk oleh instansi/proyek/badan usaha untuk melakukan keamanan fisik (physical security) dalam rangka penyelenggaraan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya.
Kepolisian Negara Republik Indonesia  menyadari bahwa polisi tidak mungkin bekerja sendiri dalam mengemban fungsi kepolisian. Oleh karena itu, lembaga satuan pengamanan secara resmi dibentuk pada 30 Desember 1980 melalui surat keputusan kepala kepolisian negara.
Keberadaan satpam di daerah Tembalang terutama di wilayah kampus Undip Tembalang sangatlah penting. Untuk menjalankan fungsi vital satpam sebagai penjaga keamanan dan ketertiban tersebut, maka tidak semua orang bisa menjalankan peran sebagai seorang satpam. Diperlukan sinergi yang baik antara kekuatan fisik, kemampuan berfikir, kecepatan, respon serta kecakapan agar bisa menjadi seorang satpam. Satpam identik dengan laki-laki, karena pekerjaan ini memang dikhususkan bagi laki-laki, walaupun mungkin ada satpam wanita, akan lebih baik apabila pekerjaan ini dilakukan oleh kaum laki-laki.
Setiap pekerjaan atau profesi tentu mempunyai resiko, tak terkecuali menjadi seorang satpam. Dari hasil wawancara dengan salah satu satpam di kampus Undip yang bernama Bapak Donald C. yang berasal dari Ambon, menunjukkan bahwa menjadi seorang satpam tidaklah mudah. Beliau harus bekerja 12 jam sehari siang malam, ditambah patroli tiap 3 jam sekali mengelilingi kampus Undip yang terbilang cukup luas. Kendala dalam menjalankan tugas bisa muncul dari kurangnya fasilitas yang diberikan sempat dirasakan beliau, namun kini sudah dapat dipenuhi.
Untuk menjadi seorang satpam tidaklah mudah, harus melewati pendidikan dan pelatihan yang diberikan oleh kepolisian, bahkan oleh TNI. Dan menjadi satpam tentu butuh pengorbanan, termasuk Pak Donald yang harus pergi jauh untuk waktu yang lama meninggalkan kampung halamannya di Ambon.
Meski baru 5 bulan menjadi satpam, Pak Donald telah memiliki cukup pengalaman dan pernah mengalami peristiwa-peristiwa yang menarik selama bertugas, seperti pernah memergoki sepasang muda mudi mahasiswa Undip yang sedang berbuat mesum di area kampus sesudah pukul 9 malam, mengusir atau warga yang bermain petasan di malam hari saat bulan Ramadhan, atau bahkan memergoki pencuri yang hendak mengambil besi bangunan di area kampus, maklum kampus Undip memang sedang dalam masa pembangunan.
Satpam di Undip memang bukan berasal dari daerah Tembalang, namun fungsinya sangat besar bagi kampus Undip, terlebih untuk membentengi kampus dari incaran orang-orang tidak bertanggung jawab, yang notabene mungkin adalah warga daerah Tembalang sendiri. Karena memang kampus Undip yang berdiri di tengah pemukiman warga dari berbagai lapisan masyarakat merupakan sasaran empuk bagi berbagai tindak kriminal.
Semoga ke depan satpam Undip bisa semakin meningkatkan kinerjanya, dan semoga manfaat tersebut tidak hanya dirasakan oleh warga kampus Undip, tetapi juga warga daerah Tembalang dan sekitarnya.


Tugas-tugas yang telah dibuat ....

II. Critical Review


NAMA:  WASKITO ADY
NIM:  21040110141021

Konflik PKL dalam Penataan Kota

Rangkuman artikel:
            Di beberapa daerah dan kota besar upaya penataan kota sering kali terlihat konflik fisik antara aparat pemerintah dengan pedagang kaki lima (PKL) atau pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat penertiban ataupun penataan kota. Konflik fisik yang kerap terjadi menimbulkan kerugian material dan non material bagi kedua belah pihak. Penertiban ataupun penataan kota dilakukan oleh pemerintah dalam rangka upaya penataan kota agar tempat-tempat umum terlihat rapi, nyaman, aman dan kondusif seringkali berlawanan dengan kepentingan pedagang dalam hal ini pedagang kaki lima (PKL) dimana aspek ekonomi menjadi satu-satunya alasan tempat umum tersebut dijadikan areal perdagangan.
            Ibarat dua sisi mata uang yang berbeda, penataan kota yang dihadapkan pada dua sisi yakni keindahan, kenyamanan dan ketertiban serta sisi ekonomi bagi para pedagang kaki lima (PKL). Adanya tugas dan kewenangan pemerintah dalam menciptakan lingkungan perkotaan yang nyaman, asri dan indah disatu sisi dan kepentingan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga pedagang kaki lima seringkali menimbulkan konflik. Seringkali pemerintah dianggap tidak manusiawi, tidak pro pedagang kecil dan berbagai kecaman yang dilontarkan oleh pihak-pihak yang dirugikan akibat penggusuran yang kerap terjadi di perkotaan besar. Tak jarang konflik ini menimbulkan bentrokan fisik antara PKL dan aparat pemerintah. Tentunya hal ini harus dapat dicegah agar tercipta suasana yang nyaman dan kondusif sehingga pembangunan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Kritikan:
·       Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan tentunya harus menyerap aspirasi masyarakat dari berbagai elemen untuk meminimalkan aspirasi masyarakat yang tidak terakomodir.
·       Agar tidak terjadi benturan kepentingan, pemerintah harus dapat mensosialisasikan program-programnya kepada pihak-pihak yang berkaitan dan khususnya kepada masyarakat.
·       Bagi para pedagang tentunya harus dapat  berbesar hati untuk mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan suasana kota yang aman, nyaman dan asri untuk kepentingan seluruh kelompok masyarakat.

Saran:
·       Pemerintah dan pedagang tentunya dapat duduk bersama untuk membahas upaya penataan kota yang pas sehingga tidak merugikan salah satu pihak. 
·       Perbedaan pendapat yang mungkin terjadi harus dapat diimbangi dengan kebesaran hati dan komitmen bersama untuk memajukan daerah untuk menghasilkan keputusan yang bijaksana bagi pemerintah dan masyarakat pedagang. 
·       Dalam proses pensosialisasian program tersebut pemerintah pasti akan mendapat input dari masyarakat pedagang dan kelompok masyarakat yang tentunya dapat menjadi feed back bagi kemajuan bersama. Apa dan bagaimana keinginan pedagang kaki lima dapat didengar olah pemerintah. 
·       Begitu pula dengan program pemerintah untuk mewujudkan suatu wilayah kota yang aman, nyaman, dan asri dapat dipahami oleh masyarakat pedagang kaki lima untuk dapat bekerjasama dengan pemerintah mewujudkan visi misi pemerintah.


   NAMA: WAHYU YUNIARTO
                                                                                       NIM: 21040110060013

Jalan Tol Semarang-Solo Selesai Tahun 2012

SEMARANG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo beserta rombongan, Kamis (24/9) meninjau langsung proyek pembangunan jalan tol Semarang-Solo yang direncanakan selesai pada tahun 2012.
Alasan Bibit Waluyo meninjau proyek pembangunan jalan tol ini  adalah ingin lebih memberikan motivasi kepada semua pihak yang terkait pembangunan dan penyelesaian proyek ini. "Jalan tol Semarang-Solo ini akan membawa implikasi pengaruh yang sangat besar dan menjadi salah satu kunci bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Jawa Tengah," katanya.
Selain itu, Bibit ingin mengetahui sejauh mana hasil yang telah dicapai karena tahapan pertama proyek jalan tol Semarang-Solo sudah selesai secara keseluruhan. "Artinya sekarang telah memasuki tahap pembangunan. Permasalahan dengan pemilik tanah yang terkena proyek pembangunan jalan tol juga sudah selesai," ujarnya.
Untuk tahapan berikutnya telah disediakan dana sekitar Rp120 miliar dari pemerintah pusat untuk pembebasan tanah pada pembangunan tol pada ruas tol Ungaran-Bawen. Proses ganti untung akan dilaksanakan setelah Lebaran ini. "Masyarakat dipersilakan mengambil uang ganti untung tersebut sesuai dengan kesepakatan dan standar yang telah disepakati bersama sehingga tidak ada yang dirugikan," katanya.
Proses ganti untung ini diharapkan dapat cepat selesai karena begitu selesai akan segera dilakukan kontrak-kontrak siapa saja yang akan mengerjakan proyek jalan pada ruas tol tersebut. "Sehingga nanti saat pengerjaan jalan tol pada ruas jalan Semarang hingga Ungaran masih berjalan dan belum selesai, maka ruas tol Ungaran-Bawen sudah dapat dimulai pengerjaannya," ujarnya.
Menurut Bibit, kesinambungan serta kelanjutan pembangunan jalan tol ini sangat diperlukan agar dapat selesai tepat waktu.
Mengenai hambatan-hambatan yang ditemui dalam pengerjaan jalan tol ruas Semarang-Ungaran ini, Bibit mengaku tidak menemui kendala teknis yang berarti.  "Hanya saja keadaan geografis di lapangan yang sedikit menghambat proyek pembangunan tol ini," katanya.
Bibit Waluyo menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh masyarakat yang telah bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam hal pembebasan tanah yang terkena proyek pembangunan jalan tol Semarang-Solo.
Rombongan Gubernur ini meninjau lokasi pembangunan jembatan Banyumanik 1, 2, dan jembatan Gedawang yang masing-masing memiliki bentang panjang 180 meter, 380 meter, dan 480 meter. Rombongan kemudian meninjau lokasi proyek pembangunan jalan tol di daerah Susukan Ungaran, Kabupaten Semarang.


  Nama: Devi Novita Rachmah
           NIM: 21040110141014

Pedagang Sampangan Tolak Tempat Baru


Rencana relokasi pedagang Pasar Sampangan yang semula di Jalan Kelud Raya ke Jalan Menoreh Raya, Kelurahan Bendan Ngisor, Gajahmungkur terkait proyek normalisasi Banjirkanal Barat akan menemui kendala.
Pasalnya, para pedagang sepakat menolak tempat baru yang dianggap kurang strategis, terlebih bangunan gedung akan dibuat berlantai tiga, yang berpeluang membuat para pembeli malas naik hingga ke lantai atas.
Salah seorang pedagang kelontong, Endang Astuti (45) mengatakan, bangunan pasar saat ini yang berada di simpul Jalan Kelud, Menoreh, Lamongan, dan Papandayan membuat orang tertarik membeli keperluan rumah tangga, meski terkadang hanya sedikit.
“Kalau melihat rencana lokasi baru, saya pesimis pembeli tertarik mampir membeli sesuatu di pasar. Bisa jadi, mereka lebih memilih ke mini market terdekat.”
Hal senada dituturkan Hartini (59), pedagang pakaian. Ia menilai di lokasi baru pembeli akan berkurang. “Lihat saja pedagang Pasar Bulu dan Pasar Mrican yang kesepian pembeli setelah direlokasi  kelantai dua. Akhirnya, mereka kembali berjualan ke lantai dasar. Kalau kami akan lebih sengsara, karena seluruh pedagang direlokasi ke tempat baru yang kurang strategis,” ujar dia yang telah berjualan selama 25 tahun, Jumat (16/7).
Menurut Ningsih (43), kalau pasar dibangun bertingkat, kesannya jadi bukan pasar tradisional. “Saya khawatir pembeli menilai dagangan kami mahal. Akhirnya, pelanggan menjadi berkurang, pendapatan juga berkurang. Pemerintah hendaknya memperhatikan masalah ini,” ujar pedagang kelontong itu.
Para pedagang mengaku sudah mendapat sosialisasi rencana tersebut. Bahkan, mereka tahu lokasi pasar yang baru di Jala Menoreh Raya. “Pemberitahuan ini saya dapat saat para pedagang rapat bersama aparat kelurahan dikantor kelurahan dua bulan lalu. Namun saya sudah tahu rencana pemindahan sejak lima tahun lalu,” lanjut Ningsih yang berjualan sejak tahun 1992.
Para pedagang, kata Ningsih, bisa saja demo menolak kebijakan ini, tetapi seringkali pemerintah kurang mendengar aspirasi rakyat kecil. “Makanya, meski para pedagang menolak tempat baru, kami hanya bisa manut dengan kebijakan pemkot. Kami hanya ingin pemerintah tidak menarik biaya terkait penempatan kios baru.”(hdq-16)
Kritik :
Dalam suatu kota atau wilayah, relokasi pasti terjadi guna penyetaraan wilayah dalam berbagai sektor wilayah, misalnya dalam sektor ekonomi yang konsentrasi nya pada industri, jasa dan perdagangan, contohnya pasar tradisional. Tidak menutup kemungkinan, dalam suatu relokasi pasti ada pro dan kontra yang menjadi hambatan dalam relokasi. Namun, kelompok kontra bisa tidak ada, jika penempatan lokasi baru tersebut memiliki potensi yang sama pula bahkan lebih baik dari tempat sebelumnya. Tempat yang menunjang baik dari segi jarak, lingkungan dan kestrategisan merupakan faktor utama dalam penetapan relokasi.
Solusi :
Penolakan dari para pedagang terhadap ketetapan pemerintah mengenai relokasi Pasar Sampangan yang semula di Jalan Kelud Raya ke Jalan Menoreh Raya, Kelurahan Bendan Ngisor, Gajahmungkur bisa di selesaikan jika pemerintah menyediakan tempat yang sesuai dengan kebutuhan para pedagang dan pembeli dalam berbagai aspek dan jika tidak maka akan banyak pihak yang dirugikan dan tidak menutup kemungkinan, pemerintah juga terkena imbasnya.
Namun, para pedagang seharusnya tidak manut menghadapi kebijakan pemerintah mengenai relokasi ini. Tapi pada kenyataannya, para pedagang hanya mematuhi saja karena takut pada pemerintah dan aparat. Padahal itu semua demi kehidupan mereka sendiri.
Maka seharusnya, para pedagang dan pemerintah mencari solusi masing-masing yang tidak merugikan satu sama lain.
 

NAMA: Eko Setiawan
                                                                  NIM:  21040110141030

Kesepakatan Warga dan Perencanaan Kota


Banyak kota di Indonesia menyiarkan kekhasannya yang bersama selalu penuh kontroversialkan menurunnya kualitas hidup dan kenyamanan kota-kota seperti Bandung, Medan, Bogor, Jakarta, Surabaya, dan Makasar berkembang tak ubahnya karena aglomentasi penduduk, sekelompok manusia yang secara bersama mendiami sebidang tanah, membangun tempat tinggal sesuai dengan kebutuhan, selera dan kemampuan sendiri dengan sebagian besar penduduk bekerja disektor informal, yang pada dasarnya merupakan spilover (limpahan) dari sektor formal. Tidak adan nafas kota yang mencirikan ‘Inilah kota tempat tinggal terbaik di Indonesia’ (most Livable City) dengan segala kenyamanan yang seharusnya dimiliki kota.

Komentar:
Artikel ini hendaknya menyampaikan kepada kita tentang pentingnya arti kota yang sesungguhnya, mengenai kenyamanan yang harusnya dimiliki oleh kota dan sarana penunjang lainnya. Kota memang harus bisa mempunyai aspek kenyamanan karena, jika suatu kota sudah tidak nyaman maka warga atau penduduk akan mulai meninggalkan kota tersebut. Walaupun tetap masih ada warga yang tinggal, kota yang kehilangan aspek kenyamanan akan akan hilang arti kota tersebut. Dan untuk mendapatkan kota dengan aspek kenyamanan tersebut, maka dibutuhkan faktor penunjang sarana dan prasarana yang baik, faktor sumber daya manusia yang baik, juga faktor pemerintahan yang baik pula. Menurut saya dengan adanya beberapa faktor tersebut maka akan terbentuk suatu kota yang nyaman dan akan mendapat julukan kota terbaik.
 
Nama: Lidya Mahardhika Allan
                                   NIM: 21040110060028

Wujudkan Semarang Bebas Bencana


Kota Semarang memang rawan bencana, seperti banjir. Pemkot Semarang telah menerapkan program yaitu Siaga 1 Bancana Alam. Program tersebut bertujuan untuk mengantisipasi bencana yang sering trejadi kota Semarang ini. Hal ini dikarenakan terkait dengan cuaca yang ekstrim dengan curah hujan yang meningkat akhir-akhir ini. Sebagai langkah awal antisipasi pemkot memberitahukan kepada seluruh lurah dan camat agar disetiap kelurahan dan kecamatan yang mereka  pimpin wajib untuk mendirikan posko - posko siaga bencana. Posko tersebut nantinya akan digunakan sebagai tempat menyuplai logistik dan bantuan pertolongan bencana. Posko tersebut juga dipantau selama 24jam oleh delapan personel TNI atau Polri, Karang Taruna, dan aparat kelurahan setempat untuk pencegahan dini bencana.
Daerah - daerah di Semarang yang dinyatakan sebagai daerah rawan bencana dibagi menjadi 3 bagian yaitu daerah rawan banjir dan rob, dareah rawan tanah longsor, dan daerah rawan angin puting beliung. Dengan perincian kelurahan rawan banjir dan rob yang kebanyakan disebar di Semarang Utara, Semarang Timur, Semarang Tengah, Semarang Barat, Pedurungan, dan Tugu. Kemudian kelurahan rawan longsor semuanya ada di Kecamatan Gunungpati, Banyumanik, Gajahmungkur, dan kelurahan rawan angin puting beliung yaitu di Tembalang, Banyumanik, dan Pedurungan. Pemetaan ini untuk mengantisipasi adanya bencana dan memperkecil resiko akibat bencana agar dapat dilakukan tindakan yang efektif dan efisien.
Hal tersebut dikarekan minimnya kesadaran orang – orang yang tidak peduli lagi akan kebersihan kotanya. Selain itu keadaan ruang lingkup kota Semarang yang kita ketahui semakin padat dengan pemerataan jumlah penduduk yang tidak merata. Selain itu pembangunan – pembangunan sarana prasarana yang sesungguhnya untuk kepentingan bersama dan bermanfaat kurang direncanakan dengan baik, dengan tidak memperhatikan daerah resapan air yang semakin sedikit. Selain program tersebut hendaknya pemerintah juga memikirkan masalah bagaimana solusi atas kondisi dan struktur ruang kota yang ada, Tidak harus merubah semua rancangan kotanya, setidaknya tetap memperhatikan aspek – aspek penting yang bisa membawa perubahan kota Semarang kearah yang lebih baik. Jika hal tersebut dibiarkan terus – menerus bukan tidak mungkin lagi kota Semarang akan menjadi kota yang tidak teratur lagi.                                                                                                                                                                                                                            
 
Nama : Retno  Setyaningsih

Nim : 21040110141080

Cibubur adalah Kota Tanpa Rencana


KOMPAS.com - Jika ingin mengamati semrawutnya tata kota Jakarta dan sekitarnya, datanglah ke Cibubur. Kawasan yang mekar di wilayah pertemuan antara Jakarta Timur, Bekasi, Depok, dan Bogor itu kini dirundung berbagai soal: macet, sesak, kisruh, juga ancaman banjir. Bagaimana semua itu bermula?
Masyarakat Jakarta biasa mengunjungi Cibubur lewat Jalan Tol Jagorawi. Begitu keluar dari pintu tol (dengan tanda nama ”Cibubur, Cikeas, Cileungsi”), kita disergap berbagai bangunan yang seolah ditumplekkan begitu saja. Di kiri Jalan Buperta berdiri patung tunas kelapa sebagai ikon Bumi Perkemahan Pramuka. Patung kusam itu tampak tenggelam disandingkan dengan label mentereng logo ”M” kuning McDonald’s dan logo merah-hitam Pizza Hut. Tak jauh dari situ berdiri stasiun pengisian bahan bakar Pertamina, Telaga Sea Food Restoran, dan toko 24 jam Circle K. Kesemrawutan berlanjut di jalan alternatif Trans Yogie, jalan tembus Cibubur-Cileungsi-Jonggol-Cianjur hingga Bandung. Pada kiri jalan kita temukan Restoran Kabayan dan Hanamasa, Rumah Makan Khas Sunda Cibiuk, Gado-gado Boplo, dan Klinik Prodia. Di kanan jalan tampak bangunan Baby and Child Clinic 24 Memasuki wilayah Kota Depok lalu Bogor, kita bakal dikejutkan dengan belasan perumahan yang berjejer di kiri-kanan jalan. Sebagian nama menyematkan bermacam nama dalam bahasa asing. Sebut saja Mahogany Residence, Raffles Hills, Taman Laguna, Kranggan Permai, Nusa Dua Citra Gran, Legenda Wisata, Kota Wisata, Cibubur Residence, dan Citra Gran. Puluhan spanduk iklan perumahan riuh rendah melintang di atas jalan. Tentu saja ada pusat perbelanjaan dan ruko di sana-sini. Ada Cibubur Point, Plaza Cibubur, Cibubur Times Square, dan Mal Ciputra Gran. Di seberang jalan tol ada mal Cibubur Junction yang nongkrong dengan gagah di tikungan dekat pertigaan Jalan Taman Bunga. Daftar jejalan bangunan itu bisa diperpanjang. Kita bisa menyertakan rumah sakit, sekolah internasional, sarana olahraga seperti golf dan pusat kebugaran, atau rumah makan. Semuanya berkerumun di kawasan sekitar Tol Cibubur, kemudian melebar ke wilayah sekitar.
Apa yang dinikmati warga dari pemekaran kota yang menggerombol itu? ”Cibubur jadi ramai. Mencari apa-apa mudah,” kata Jajat Sudrajat (48), warga yang tinggal di Cibubur sejak tahun 1985. Sayang keramaian itu harus dibayar dengan masalah lain. Pertumbuhan kota yang serampangan membuat Cibubur sesak. Situasi makin parah karena kepadatan itu tak diimbangi sarana transportasi. Akses utama ke Jakarta hanya lewat Jalan Tol Jagorawi atau tembusan Tol Jatiasih menuju Jalan Simatupang. Padahal, sebagian besar warga di sana bekerja di Jakarta. Populasinya juga terus membengkak.
Menurut Pratomo Putro, pemilik media komunitas cibubur.com, kini ada 25-an kompleks perumahan dengan total penghuni 30.000-an keluarga. Dengan akses utama jalan tol, setiap keluarga didorong punya mobil pribadi. ”Jika setiap rumah punya satu mobil, jumlahnya bisa 30.000-an unit. Itu belum mencakup warga di perkampungan dan perusahaan,” katanya. Akibatnya bisa diduga: kemacetan lalu lintas mendera setiap jam berangkat kerja pagi dan jam pulang sore hari. Titik macet menyebar di sekitar Jalan Buperta, Jalan Trans Yogie, Jalan Taman Bunga, bahkan hingga ke Jalan Raya Bogor. Kemacetan menjadi-jadi pada akhir pekan. Setiap Sabtu dan Minggu jalanan disesaki kendaraan menuju tempat wisata dan mal. Bus-bus besar dari luar kota Jakarta juga sering memperparah situasi.
 Gembong Arifin (35), pengurus peralatan studio personel God Bless Ian Antono, mengungkapkan, dia kerap terjebak macet pada Sabtu-Minggu. Ruas jalan dari rumahnya di Perumahan Villa Cibubur Indah ke pintu tol yang sepanjang 1,5-an kilometer harus ditempuh sampai satu jam. ”Itu siksaan luar biasa,” ujarnya. Hingga kini para pengembang masih memburu lahan perumahan. Harga tanah melonjak. ”Cibubur masih dilirik pengembang dan konsumen. Muncul citra elite setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan jalan alternatif Cibubur menuju rumahnya di Cikeas,” kata Fuad Zakaria.
Geliat kota ini menggerogoti kawasan hijau. Lahan serapan air dan penghijauan, seperti kebun, sawah, setu, atau empang, digasak demi menancapkan beton- beton mal, ruko, atau perumahan. Citra Cibubur tempo dulu yang asri dan sejuk berangsur menjadi sesak dan mulai panas. ”Dulu kami tidur pakai selimut. Sekarang malah harus pakai AC,” kata Arief Bagus (30), warga Cibubur. Masalah lain, muncul ancaman banjir. Syarif (37), warga yang tinggal sejak kecil di Jalan Lapangan Tembak, Kelurahan Cibubur, bercerita, ”Kalau musim hujan, jalan di sini banjir sampai tidak bisa dilalui kendaraan. Gorong-gorong yang ada di depan pasar terlalu kecil.” Berbagai persoalan itu memaksa sebagian warga berpikir ulang untuk menetap di sana. Andong Begawan dan orangtuanya yang tinggal di Jalan Lapangan Tembak sejak tahun 1970-an, misalnya, menjual rumah dan pindah ke Sawangan, Depok. ”Kami tak tahan lagi dengan macet, debu, dan hiruk pikuk.”

Tanggapan :
Saya tidak setuju jika Cibubur dikatakan sebagai kota yang tidak direncanakan. Sebagai referensi, saya berasal dari kranggan permai, salah satu perumahan di Cibubur. Saya sudah tinggal disana sejak tahun 1991. Saya ingat betul perkembangan- perkembangan yang terjadi di Cibubur. Cibubur, transyogi khususnya,  dulunya merupakan  jalan yang strategis meski belum semaju saat ini. Trans yogi merupakan jalur alternatif yang menghubungkan dari arah Jakarta atau Depok menuju Jonggol, Bekasi, Cibinong dan Bogor.  Sejak dulu jalan ini sudah ramai dilewati kendaraan- kendaraan yang menuju Bogor atau Sukabumi, terlebih banyak lagi pada akhir pekan. Bahkan sampai saat ini kendaraan - kendaraan umum tujuan Sukabumi atau Bogor masih banyak yang melewati jalur tersebut, meski terdapat tol Jagorawi. Sejak tahun 90-an, di Cibubur telah terdapat perumahan elite yang menunjang kawasan tersebut seperti kota wisata, kota legenda dan Raflessia Hills. Kini seperti apa yang ditulis pada artikel diatas Cibubur telah menjadi kota  yang sangat berkembang, hampir di semua ruas jalan kini dipenuhi oleh sarana dan prasarana yang mendukung majunya kota tersebut. Namun jika dikatakan tidak terencana, itu tidak benar.  Bandingkan dengan daerah yang dikatakan direncanakan misalnya Margonda (Depok) atau Kemang  (Jakarta).  Margonda dan Kemang sama -  sama daerah dengan perkembangan yang pesat, terdapat banyak restauran dan sarana lainnya. Namun jika anda pernah kesana langsung, tata letak dan bangunan daerah tersebut sangat tidak ideal. Di Kemang, terdapat puluhan kafe atau restaurant yang dapat menampung ratusan pengunjung, tapi rata- rata lahan parkir setiap tempat makan hanya dapat menampung sekitar 15 mobil, padahal kebanyak dari pengunjungnya masing- masing menggunakan mobil pribadi. Akibatnya menggunakan ruas jalan yang padahal sudah sangat terbatas, sehingga menyebabkan kemacatan serta pengalihan jalan. Begitu juga dengan keadaan di jalan Margonda Depok, jalan disana cukup lebar, tapi sering kali jalan disana direkontuksi ulang biasanya di cor. Untuk apa? bukan untuk memberikan kenyamanan tapi agar tepi jalan tersebut digunakan untuk lahan parkir. Aneh kalau Cibubur dikatakan tidak terencana, karena rata - rata kebanyakkan tempat makan dan sarana lainnya memiliki area parkir yang cukup luas untuk menampung pengunjungnya. Meskipun macet, menurut saya kemacetan disana masih termaksud wajar - wajar saja untuk daerah yang sedang berkembang kerena lumpahan kendaraan yang datang secara bersamaan pada waktu yang sama misalnya pagi dan malam (jam pulang kerja umumnya).  Saya tambah tidak setuju lagi karena pada akhir artikel terdapat wacana sebagai berikut :
“Namun, ketika meletup booming ekonomi tahun 1990-an, muncul hasrat mengubah Cibubur menjadi kota baru. Itu selaras dengan pernah munculnya rencana pemindahan sebagian Ibu Kota ke Jonggol yang berbatasan dengan Cibubur.”
Itu berarti apa yang dikembangkan di kawasan cibubur telah di rencanakan dari jauh- jauh hari sebelum akhirnya sampai seperti saat ini.
Kesimpulan:
Suatu kota yang mampu berkembang dengan sendirinya karena mendapatkan faktor- faktor pendukung dari segala macam aspek seperti letak, keadaan wilayah, dan peluangnya bukan berarti tidak direncanakan seperti kota - kota yang  memang dipilih untuk direncanakan.
  
    Nama: Rahmi Nelisa 
NIM: 210400110130075



 Konsep pengembangan wilayah dikembangkan dari kebutuhan suatu daerah untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Pengaruh globalisasi, pasar bebas dan regionalisasi menyebabkan terjadinya perubahan dan dinamika spasial, sosial, dan ekonomi antarnegara, antardaerah (kota/kabupaten), kecamatan hingga perdesaan.
Globalisasi juga ditandai dengan adanya revolusi teknologi informasi, transportasi dan manajemen. Revolusi tersebut telah menyebabkan batas antara kawasan perkotaan dan perdesaan menjadi tidak jelas, terjadinya polarisasi pembangunan daerah, terbentuknya kota dunia (global cities), sistem kota dalam skala internasional, terbentuknya wilayah pembangunan antarnegara (transborder regions), serta terbentuknya koridor pengembangan wilayah baik skala lokal, nasional, regional dan internasional.
Di kawasan Asia globalisaasi telah menciptakan polarisasi pembangunan yang sangat signifikan dalam bentuk megaurban region yang terjadi di kota-kota metropolitan di sepanjang pantai timur Tokyo, Seoul, Shanghai, Taipei, Hongkong, Guangzhou, Bangkok, Kuala Lumpur, Singapura, Jakarta, bandung Hingga Surabaya. Dalam skala antarnegara terjadi pemusatan di Bohai (Cina – Korea), Hongkong- Guangzhou, dan SIJORI (Singapura-Johor-Riau). Di Indonesia polarisaisi terpusat di sepanjang Sumetera (Medan-Palembang), dan Jawa (Jakarta-Bandung-Semarang- Surabaya).
Koridor mega urban ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sekitarnya terutama kabupaten, kecamatan dan desa-desa disekitarnya yang memiliki hubungan ekonomi dan pasar yang cukup kuat.
Namun perubahan tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana wialayh yang memadai akibat keterbatasan pemerintah. Oleh karena itu, pihak swasta dan lembaga lainnya dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
Berbagai dampak yang di akibatkan dari globalisasi ekonomi terhadap pembangunan lokal secara sederhana sebagai berikut :
1.      Berubahnya orientasi pembangunan yang harus bertumpu pada peningkatan individu, kelompok dan pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi persaingan global, sehingga memungkinkan masyarakat mampu bertahan (survive), mengembangkan diri dan meningkatkan kesejahteraan.
2.      Semakin pentingnya peran lembaga non pemerintah seperti, pihak swasta, masyasrakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam pelaksanaan pembangunan dan pembiayaan.
3.      Terjadinya peningkatan urbanisasi di pinggiran kota besar dibandingkan di dalam kota besar itu sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep yang dikembangkan oleh Mc. Gee pada tahun 1980-an. Batas antara kawasan perkotaan dan pedesaan semakin tidak jelas akibat pertumbuhan ekonomi, Dimana kegiatan perkotaan telah berbaur dengan perdesaaan dengan intensitas pergerakan investasi, ekonomi dan penduduk semakin tinggi.
Atas dasar uraian di atas, pengembangan wilayah merupakan bagian penting dari pembangunan suatu daerah terutama di perdesaan yang sangat rentan dan berat menghadapi perubahan yang berskala global. Perubahan ini, jika tidak didukung suatu perencanaan wilayah yang baik dengan mempertimbangkan aspek internal, sosial dan pertumbuhan ekonomi akan berakibat semakin bertambahnya desa-desa tertinggal.
Perubahan paradigma perlu dilakukan dalam menata kembali daerah-daerah yang dikatagorikan miskin dan lemah agar mampu meningkatkan daya saing, manajemen produksi dan teknologi tepat guna berbasis lokal yang mampu mempengaruhi daerah lainnya secara timbal balik. Secara sederhana konsep pengembangan wilayah perlu dilakukan dalam perencanaan perdesaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat masyarakat di lapisan bawah agar dapat mempengaruhi pasar secara berkelanjutan.

Critical Review


Perencanaan wilayah dan kota adalah suatu program yang mempelajari tentang cara merencanakan suatu wilayah dan kota. Dalam merencanakan suatu kota harus mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, budaya suatu wilayah, dan lain-lain. Perencanaan suatu penataan terhadap kota harus dilakukan secara matang dan penuh sungguh-sungguh agar hasil yang di capai pun nantinya akan lebih baik.
Peran planning sangat penting dalam penentu kualitas kehidupan kota, dan sebagai seorang planing kita seharusnya tidak lagi berkutat dalam kemelut ketidakmenentuan dan mencegah semakin menurunnya kualitas hidup kita. Untuk melaksanakan suatu rancangan atau planning yang telah dibuat dibutuhkan selang waktu yang cukup lama, dan melewati proses-proses tertentu.
Pada saat sekarang ini telah banyak kita lihat pembangunan di kota dilakukan tanpa perencanaan sedikitpun, pada dasarnya semua ini disebabkan tidak berjalannya konsep kemakmuran masyarakat dan penegakan hukum dalam tahapan  perencanaan kota. Penegakan hukum dalam pelaksanaan produk rencana kota yang seharusnya merupakan koridor dari aktivitas warga masyarakat masih sulit untuk dilaksanakan dengan baik akibat ketidakberdayaan institusi, sistem politik dan politikus kota yang sangat belum dewasa dan minim kompetensi manajemen kota. Hal ini lah yang membuat tatanan kota menjadi rusak dan menimbulkan banyak kerugian bagi kita.
Di samping itu, terjadinya globalisasi ekonomi yang tidak diimbangi dengan penataan kota yang lebih memadai dan kurangnya sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemerintah akan menimbulkan banyak masalah dalam kota. Hal ini seharusnya menjadi bahan pembicaraan oleh pihak pemerintah untuk lebih bijak menyikapi masalah tersebut.
Pemerintah harus lebih memperhatikan daerah-daerah yang dikatagorikan miskin dan lemah agar mampu meningkatkan daya saing, manajemen produksi dan teknologi tepat guna berbasis lokal yang mampu mempengaruhi daerah lainnya secara timbal balik. Sehingga akan mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh daerah tersebut. Penataannya pun harus di pertimbangkan secara matang, supaya berkurangnya desa-desa tertinggal.

        Nama : Yuliana Dhiah Taufika
  Nim : 21040110141036

Bogor Ring Road, Dorong Pembangunan Tol di Daerah


Salah satu Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu II yang direalisasikan lebih awal adalah, penyelesaian dan pengoperasian Jalan Tol Bogor Ring Road (BORR) Seksi I oleh PT.JASA MARGA.Pemenang tender pembangunan jalan to! BORR menggandeng PT Jasa Sarana Jabar yang merupakan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dan membentuk usaha patungan PT Marga Sarana Jabar. "Hal ini sesuai dengan jalan Tol Bogor Ring Road Seksi I diharapkan akan menjadi solusi untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di Kota Bogor dan sekitarnya. EROPERASINYA BORR I sekaligus membuktikanrL komitmen pemerintah untuk memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Jalan tol yang menelan investasi Rpl,3 triliun itu, merupakan solusi untuk mengurangi kemacetan di Kota Bogor dan sekitarnya.
"Waktu yang dihemat bila melalui Tol BORR bisa mencapai lebih dari 30 menit," ujar Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk., Frans S. Sunito di sela-sela acara Pengoperasian Jalan Tol BORR yang diresmikan Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, November 2009 lalu.
Masyarakat di daerah ini, jelas Frans, akan lebih cepat untuk sampai ke Jakarta, bahkan untuk ke Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta-Cikampek sampai ke Bandung lewat Cipularang.Frans berharap, pengoperasian Jalan Tol BORR, dijadikan pemicu untuk pembangunan jalan tol di daerah lain dan menunjukkan bahwa investor lokal memiliki kemampuan dari segi pendanaan maupun teknis. Pada tahap selanjutnya, penyelesaian proyek tol diharapkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang dilewati jalan tol.
Jalan Tol BORR juga merupakan salah satu bentuk hasil kerja sama yang baik antara BUMN dengan Pemda dalam membangun infrastruktur jalan tol. Jasa Marga, sebagai dengan aturan Pemerintah bahwa pemenang tender jalan tol harus membuat perusahaan patungan. Dimana komposisi saham Jasa Marga tetap mayoritas yaitu 55%, dan sisanya PT Jasa Sarana Jabar," jelas Frans.
Jalan Tol Bogor Ring Road sepanjang 11 km ini dibagi menjadi 3 Seksi yaitu Seksi I (Sentul Selatan-Kedunghalang, 3,7 km), Seksi II (Kedung Halang-Yasmin, 4,1 km) dan Seksi III (Yasmin-Darmaga, 3,2 km).
Keuangan Meningkat Ekspansi Jasa Marga dalam membangun dan mengoperasikan sejumlah ruas tol di Indonesia memang tidak terlepas dari kondisi keuangan perusahaan .Pada 2009 diperkirakan Jasa Marga berhasil memperoleh pendapatan tol sekitar Rp3,6 triliun atau me-, rungkat sekitar 7% jika dibandingkan dengan 2008 yang mencapai Rp3,35 triliun sedang pada 2010, Jasa Marga mentargetkan pendapatan tol sekitar Rp.4,4 triliun.
Selama 2009, PT Jasa Marga (Persero) Tbk melayani lebih dari 918 juta transaksi kendaraan yang melintas di jalan tol. Jumlah itu tersebar di 13 ruas tol yang dioperasikan Jasa Marga, baik yang ada di Jabodetabek, maupun di Jawa Barat, Semarang, Surabaya dan Belmera (Bela-wan-Medan-Tanjung Morawa).
Volume lalu lintas transaksi terbesar terjadi di Jalan Tol Dalam kota Jakarta yang mencapai lebih dari 252 juta kendaraan selama 2009. Setelah itu diikuti Ruas Tol Jakarta-Cikampek (lebih dari 128 juta), Jagorawi dan Jakarta-Tangerang yang masing-masing lebih dari 119 juta kendaraan. Secara umum pendapatan Jasa Marga di tahun-tahun mendatang diperkirakan meningkat. Sebab,tse-jumlah ruas tol baru yang saat ini dibangun Jasa Marga mulai beroperasi pada 2009 dan 2010. Pada 23 November 2009 Tol Bogor Ring Road Seksi I mulai beroperasi.
Pada semester I tahun ini, dua ruas tol ditargetkan untuk beroperasi yaitu Semarang-Ungaran (11,3 km) yang merupakan bagian dari Tol Semarang-Solo dan Waru-Sepanjang (2,3 km) yang merupakan bagian dari Tol Surabaya-Mojokerto.
Selain membangun 3 ruas tersebut, saat ini Jasa Marga juga tengah melakukan persiapan untuk membangun 4 ruas tol lainnya yaitu Gempol-Pasuruan (32 km), JORR W2 Utara (7,7 km), JORR 2 Ceng-kareng-Kunciran (15,2 km) dan JORR 2 Kunciran-Serpong (11,2 km).
Sebagai pengelola jalan tol Jasa Marga mengalokasikan dana sebesar sebesar Rpl4 miliar untuk menghutankan jalan tol pada 2010. PENGHUTANAN TOL Setiap tahun lebih dari 250 ribu pohon ditanam Jasa Marga di sekitar ruas tol untuk menghutankan jalan tol. TRAFFIC INFORMATION CENTER Peningkatan kenyamanan pengguna tol juga dilakukan dengan memberikan informasi realtime mengenai kondisi jalan tol.
Selain itu peningkatan kenyamanan pengguna tol juga dilakukan dengan memberi informasi real time melalui pemasangan 121 CCTV pada beberapa titik kemacetan di semua ruas tol yang dikelola Jasa Marga di Pulau Jawa.
Selain itu, Jasa Marga Juga memodernisasi sistem transaksi tol dengan E-Toll Card bekerja sama dengan Bank Mandiri, sebagai pengembangan dari sistem ini, Jasa Marga telah menyediakan Gardu.
Transaksi Otomatis (GTO) di gerbang tol Cililitan dan gerbang tol Cengkareng yang didedikasikan khusus untuk para pengguna jalan tol yang memiliki E-Toll Card. Jasa Marga juga telah melakukan penambahan kapasitas dan pelebaran jalan di sejumlah ruas tol yang kepadatan lalu lintasnya sudah cukup tinggi seperti di jalan tol Jakarta-Cikampek, Jagorawi dan Semarang.
      
                 NAMA : Bayu Arief Triyanto
NIM: 210401101200024

Urbanisasi: Konsep, Proses dan Dampaknya

 

 

Pada bagian ini telah dibahas tentang urbanisasi dan pertumbuhan kota. Urbanisasi dapat didefinisikan sebagai proses pengkotaan, proses menjadi kota; peningkatan persentase penduduk perkotaan; kota tumbuh meluas, pinggiran yang semula perdesaan menjadi kota; dalam bahasa sehari-hari urbanisasi diasosiasikan dengan migrasi desa-kota.
Secara konseptual urbanisasi tidak selalu sama dengan pertumbuhan perkotaan, karena urbanisasi lebih menunjukkan perubahan proporsi penduduk yang berdiam di kawasan perkotaan Dengan pengertian tersebut maka urbanisasi baru dapat terjadi apabila laju pertumbuhan penduduk perkotaan lebih besar daripada laju pertumbuhan penduduk pedesaan.
Di negara maju, urbanisasi pada dasarnya merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi. Makin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu wilayah, maka makin tinggi derajat urbanisasinya (level of urbanization). Urbanisasi di negara-negara maju juga berkorelasi dengan industrialisasi, karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi jika ditelusuri secara sektoral sesungguhnya bersumber dari pertumbuhan industri yang pesat dan dominan. Berbeda dengan di negara maju, di negara berkembang urbanisasi tidak selalu berbarengan dengan industrialisasi karena hanya urbanisasi demografis. Ditinjau dari lajunya, kecepatan urbanisasi di negara berkembang jauh lebih besar dibandingkan dengan di negara-negara maju, yang disebut sebagai oveurbanization atau psedo-urbanization.
Proses urbanisasi secara konseptual dapat ditinjau berdasarkan aspek demografik, aspek ekonomi, dan aspek fisik. Ditinjau dari aspek demografik, proses urbanisasi terkait dengan proses-proses: pertumbuhan penduduk perkotaan, baik karena pertumbuhan alami maupun migrasi desa-kota, migrasi internasional dan perluasan batas administrasi, pergeseran dalam hierarki kota-kota, komposisi umur dan gender penduduk perkotaan, perubahan angkatan kerja, serta keterkaitan desa-kota: penduduk, komoditas, kapital, informasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju urbanisasi antara lain:
1)      Perubahan teknologi yang lebih cepat di bidang pertanian daripada di     bidang bukan-pertanian, yang mempercepat arus penduduk dari pedesaan;
2)      Kegiatan produksi untuk ekspor terpusat di kawasan kota;
3)      Pertambahan alami yang tinggi di pedesaan;
4)      Susunan kelembagaan yang membatasi daya serap pedesaan, seperti: sistem pemilikan tanah; kebijaksanaan harga dan pajak yang bersifat menganakemaskan penduduk perkotaan;
5)      Layanan pemerintah yang lebih berat pada perkotaan;
6)      Kelembaman (intertia) faktor negatif yang menahan penduduk tetap        tinggal di pedesaan; dan
7)      Kebijaksanaan perpindahan penduduk oleh pemerintah dengan tujuan mengurangi arus penduduk dari pedesaan ke perkotaan.

C. Pertumbuhan Perkotaan: Tantangan dan Masalah
Tantangan besar yang terkait dengan pertumbuhan perkotaan, terutama di negara-negara berkembang adalah karena perkembangan kota yang sangat pesat menimbulkan implikasi langsung terhadap kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan.
Sering kali pertanyakan mengapa pertumbuhan kota-kota terus berlanjut dan Apakah pertumbuhan kota tersebut merupakan sesuatu yang baik atau buruk? Jika pertumbuhan kota menjadi suatu keniscayaan, dapatkah pertumbuhan perkotaan dikendalikan? Haruskah pemerintah melakukan intervensi dalam pembangunan perkotaan?
Pertumbuhan perkotaan dan proses urbanisasi menjadi masalah di negara-negara sedang berkembang karena gagalnya menanggulangi dampaknya. Jadi, bukan pertumbuhan perkotaan itu sendiri yang menjadi masalah, tetapi laju pertumbuhan yang pesat di luar kapasitas institusional, administratif dan finansial untuk menanggulanginya.
Masalah perkotaan secara umum meliputi : kota raksasa (excesive size); kepadatan berlebih; kekurangan sarana prasarana; permukiman kumuh dan liar; kemacetan lalu-lintas; berkurangnya tanggung jawab; pengangguran dan setengah pengangguran ; masalah rasial dan sosial; westernisasi dan modernisasi; kerusakan lingkungan; perluasan perkotaan dan berkurangnya lahan pertanian; serta organisasi administrasi.
Indonesia seperti halnya negara-negara dunia ketiga lainnya, sedang mengalami pertumbuhan perkotaan yang pesat. Ditinjau dari laju pertumbuhannya, laju pertumbuhan penduduk perkotaan menunjukkan angka yang sangat pesat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk total 5,38% per tahun pada 1980–1990, dan 4,40% per tahun pada 1990-2000. Ditinjau secara spasial, sesuai dengan tahap perkembangan Indonesia, urbanisasi yang berlangsung pada waktu lalu diperkirakan cenderung memusat, ditandai dengan tarikan metropolitan dan kota-kota besar terhadap migran jauh lebih besar daripada kota-kota menengah maupun kecil.

Faktor Perkembangan Kota dalam Lingkup Wilayah

Tiap kota mempunyai kinerja perkembangan yang berbeda-beda yang disebabkan oleh faktor-faktor perkembangannya. Beberapa teori telah dikemukakan untuk menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi laju perkembangan atau pertumbuhan kota-kota dalam wilayah yang lebih luas. Secara garis besar ada dua teori yang dapat menjelaskan perkembangan (ekonomi) kota dalam konteks wilayah yang lebih luas yaitu Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) dan Teori Kutub Pertumbuh.
Menurut teori basis ekonomi dasar pendukung utama suatu kota berasal dari penjualan barang atau jasa yang berada di luar komunitas, yang disebut ekspor.
Penerimaan dari penjualan ini menurut skenario yang ada adalah membantu perluasan ekonomi lokal dengan menyediakan uang yang mendukung aktivitas pelayanan. Barang atau jasa yang diproduksi untuk ekspor ke luar wilayah disebut basis dan pekerja yang berhubungan dengan penjualan lokal di dalam komunitas tersebut di sebut nonbasis. Perkembangan kota terkait dengan kontribusi sektor basis dari total pekerja basis, memisahkan pelayanan menjadi peran pendukung dan berdebat bahwa sektor ini berkembang setelah perluasan aktivitas sektor basis. Dalam teori basis ekonomi ada dua konsep yang penting yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan kota, yakni economic of scale dan urbanization economies.
 Kedua konsep ini pada dasarnya berkaitan dengan prinsip keuntungan berlokasi pada tempat konsentrasi atau terjadinya aglomerasi, seperti halnya di kawasan perkotaan.Teori kutub pertumbuhan menjelaskan perkembangan ekonomi kota dalam suatu wilayah yang luas, di mana terjadi sumber daya yang menyebar dan penyerapan sumber daya yang timpang. Berbeda dengan teori Economic base, dalam teori ini pemisahan sektor ditinggalkan. Teori ini juga ditopang oleh alat-alat ukur ekonomi sehingga dapat menjelaskan implikasinya pada perencanaan dan bersifat dinamis. Teori ini berkembang sejak tahun 1950-an dan cukup mampu menjelaskan perkembangan di negara maju maupun berkembang. Konsep-konsepnya: Prospulsive Industry, industri sebagai pemicu perkembangan; Circular and Cumulative Causation, proses yang memungkinkan akumulasi perkembangan; dan Multiplier effect, menurut teori ini ketimpangan dapat diatasi oleh tricling down process dan spread effect. Berdasarkan teori ini, tidak semua kota generatif dapat dikategorikan sebagai pusat pertumbuhan, karena pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri, yaitu adanya hubungan intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya multiplier effect (dampak pengganda), adanya konsentrasi geografis, dan bersifat mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya.



Gallery Kami Bersama ...

Terimakasih buat Ka Anggara, Ka Shifa, Ka Dhayita, Ka Mutia dan Ka Fenny yang telah membimbing kami ... :)

Tugas-tugas yang telah dibuat ....

I. Permasalahan Kota Balikpapan


Permasalahan-permasalahan Kota Balikpapan
Kota Balikpapan berawal sejak ditemukannya sumur minyak oleh Matilda pada tanggal 10 Februari 1897. Sejak saat itulah Kota Balikpapan diminati oleh masyarakat luar karena terkenal sebagai kota minyak. Berbagai suku di Indonesia khususnya Kalimantan sendiri, Sulwesi dan Jawa datang untuk mencari nafkah di Balikpapan.
Terwujudnya Balikpapan sebagai kota industri, perdagangan, jasa dan pariwisata yang didukung oleh penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (Good Governance) dan masyarakat yang beriman, sejahtera, religius dan berperadapan maju (Madinatul Iman) adalah merupakan Visi dari kota Balikpapan.
Dalam realitanya, pasti saja ada permasalahan-permasalahan yang terjadi didalam suatu kota itu, dan semakin besar suatu kota atau wilayah tersebut, maka semakin komplekslah permasalahan tersebut, dan kita ambil saja contohnya kota Balikpapan.
Berikut adalah beberapa masalah yang terjadi dikota Balikpapan dan masih harus ditangani oleh semua pihak, yaitu :
a.      Penataan PKL

Pembangunan yang baik selalu didukung oleh masyarakat, dan bentuk itu seringkali disebut dengan partisipasi masyarakat. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sebenarnya permasalahan yang ada dalam masyarakat dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Sebagai salah satu upaya untuk mengetahui keinginan atau kebutuhan masyarakat tersebut, maka perlu diketahui terlebih dahulu preferensi mereka terhadap lingkungannya.
Demikian pula halnya dengan upaya penataan pedagang kaki lima di pasar dan di luar pasar Kota Balikpapan. Preferensi PKL di beberapa lokasi dapat dijadikan pertimbangan dalam penataan PKL ini. Masing-masing preferensi PKL di lokasi berikut dapat dianggap mewakili tiap tipologi spot lokasi PKL di Kota Balikpapan. Preferensi PKL Pasar Klandasan mewakili lokasi PKL di lingkungan pasar, Lapangan Merdeka dan Melawai pada lokasi fasilitas umum kota, dan spot PKL di lokasi simpul transportasi kota, yaitu Dermaga Unocal serta Jl. Soekarno-Hatta Km. 22,5.
Permasalahan yang terjadi di lokasi PKL ini serupa dengan lokasi-lokasi PKL yang lain, yaitu kurangnya keamanan pada tempat berjualan. Dalam arti, tempat berjualan yang tidak menentu apalagi PKL buah musiman mengakibatkan seringnya terkena razia dari pihak Pemkot (Satpol PP).
Oleh sebab itulah, aspirasi yang muncul dari PKL Pasar Klandasan yaitu penataan tempat jualan yang teratur dan nyaman. Pada dasarnya, sebagai warga kota juga PKL ingin agar lebih diperhatikan oleh pemerintah Kota Balikpapan. Preferensi penataan PKL Kota Balikpapan bagi PKL Klandasan adalah termasuk dengan pembuatan tempat berjualan terutama untuk PKL buah dalam satu tempat yang lebih rapi dan teratur.
Hal serupa juga terjadi pada titik Lap. Merdeka yaitu dipinggir jalan. Namun pihak Pertamina tidak mengijinkan juga kawasan sekitar Lapangan Merdeka menjadi areal PKL.
Maka , solusi yang tepat untuk permasalahan ini adalah pemerintah harusnya mendengarkan apa yang PKL inginkan, dan mereka harus benar-benar bisa memberikan tempat atau areal PKL yang pasti “aman” sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

b.      AIDS dan Narkoba Tinggi, Balikpapan Krisis Moral dan Spritual
Penderita AIDS dan pemakai narkotika di Balikpapan termasuk tertinggi di Kaltim. Hal ini disebabkan masih ada nya warga masyarakat yang tidak mengerti apa bahaya dan kurang tanggapnya mereka terhadap apa yang sedang terjadi di lingkungan sekitar mereka. Padahal seharusnya, hal ini bukan saja masalah bagi pemerintah atau lembaga-lembaga yang ada di kota Balikpapan saja, namun seharusnya ini juga menjadi permasalahan bagi semua warga Balikpapan. Hal ini juga masih banyak terjadi dikarenakan kurangnya pendidikan moral yang didapat di lingkungan sekolah dan di lingkungan eksternal sekolah, dan juga kurangnya sikap saling menjaga satu sama lainnya. Padahal hal ini sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Solusinya, pemerintah harus lebih mengerahkan lagi tenaga untuk melakukan sosialisasi di setiap wilayah di kota Balikpapan dan  membuat suatu rencana jangka panjang yang berguna untuk memperkecil angka penderita AIDS dan pemakai narkoba.
Karena jika tidak, kota balikpapan akan maju, tapi maju sebagai kota yang hancur masyarakatnya dan itu akan sangat merugikan semua pihak.
c.      Kemacetan Kota Balikpapan
Akar masalah dari timbulnya kemacetan di Balikpapan adalah semakin bertambahnya pengguna kendaraan bermotor milik pribadi. Secara kasat mata dapat kita lihat bahwa mulai tahun 2002 hingga sekarang, jumlah kendaraan semakin bertambah, baik roda empat maupun roda dua. Tak heran apabila saat ini kita seringkali melihat kendaraan baru berpelat nomor putih melintas di jalan-jalan kota ini. Pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi muncul akibat kurang meratanya moda transportasi umum di Balikpapan. Masih banyak daerah yang tidak terjangkau angkutan umum, sehingga warga masyarakat akhirnya memilih untuk membeli kendaraan bermotor.
Transportasi umum yang saat ini ada di Balikpapan masih belum dapat memecahkan masalah kemacetan karena kecilnya daya angkut. Sebuah angkutan kota hanya mampu mengangkut maksimal 12 orang. Itu pun belum menjangkau ke seluruh pelosok kota. Apabila Balikpapan ingin disejajarkan dengan kota besar lainnya di Indonesia, atau bahkan di dunia, maka harus dirancang strategi penyediaan moda transportasi massal yang nyaman, berdaya angkut besar, dan terjangkau oleh masyarakat.
Solusinya adalah pemerataan pertumbuhan disetiap wilayah, sehingga masyarakat dapat menyebar dan dapat mengurangi kadar kemacetan yang ada saat ini. Atau pemerintah juga bisa menerapkan sistem seperti negara Singapura yaitu menerapkan biaya yang sangat tinggi untuk kepemilikan kendaraan bermotor. Tidak hanya itu, jumlah kendaraan yang beredar di jalan pun dibatasi. Satu hari untuk kendaraan bernomor polisi genap, hari lainnya untuk yang ganjil. Selain itu, ada pembatasan umur kendaraan sehingga kendaraan berumur tua tidak diperkenankan untuk ada di Singapura. Pembatasan ini juga bersifat mengamankan lingkungan, karena semakin tua kendaraan maka biasanya semakin tinggi emisi gas buangnya.
Para pemerintah juga saat ini merencanakan pembangunan flyover atau underpass. Namun, yang menjadi masalah keduanya belum terakomodir dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

d.      Poin Adipura Terancam, Eks TPS Dijadikan Tempat Sampah
Penilaian lomba kebersihan, Adipura yang berlangsung bulan Oktober ini harus benar-benar dipersiapkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Terutama soal kebersihan pasar yang selalu menjadi batu sandungan setiap kali penilaian Adipura dilakukan. Pedagang selama ini menjadikan eks TPS Pasar Pandansari sebagai tempat pembuangan sampah disebabkan karena tidak tersedianya bak sampah khusus. , banyaknya sampah yang menumpuk di kawasan tersebut disebabkan karena seringnya dilakukan bongkar muat barang-barang dagangan, terutama sayuran. Hal tersebut juga disebabkan, tidak optimalnya keberadaan pasar Alam Baru Somber (ABS) yang memang difungsikan sebagai pasar yang menampung aktivitas bongkar muat barang dagangan.
            Solusinya adalah seharusnya pemerintah memberikan larangan khusus membuang sampah pada eks TPS Pasar Pandansari, sehingga para pedagang tidak secara bebas membuang sampah-sampah mereka ketempat itu, dan juga pemerintah harus secepatnya menyediakan tempat pembuangan sampah yang tepat untuk para pedagang. Pemkot Balikpapan diharapkan dapat segera mengambil tindakan cepat, agar keberadaan lokasi penumpukan sampah tersebut, tidak menjadi batu sandungan bagi Pemkot dalam mempertahankan Piala Adipura.

DAFTAR PUSTAKA
AIDS dan Narkoba Tinggi, Balikpapan Krisis Moral dan Spritual
http://bappeda.balikpapan.go.id diunduh pada tanggal 13 Oktober 2010 Pukul 19.22 WIB
Penataan PKL
http://www.balikpapan.go.id diunduh pada tanggal 13 Oktober 2010 Pukul 20.03 WIB
Poin Adipura Terancam, Eks TPS Dijadikan Tempat Sampah
http://www.balikpapan.go.id diunduh pada tanggal 13 Oktober 2010 Pukul 19.47 WIB
Upaya Mengatasi Kemacetan di Kota Balikpapan Melalui RTRW
http://www.penataanruang.net diunduh pada tanggal 13 Oktober 2010 Pukul 19.34 WIB